Monday 12 May 2014

RSU Lasinrang Jadi Preseden Buruk Kesehatan Gratis

Pinrang,  Koran  Investigasi

Buruknya  pelayanan RSU Lasinrang Pinrang,  membuat terulang-ulang kasus  tragedi  kemanusian, masih kuat diingatan Naila, bayi  usia 2 bulan 10 hari, meredang  nyawa di pangkuan ibunya Nursia, di depan loket Jamkesda dipenghujungr Tahun 2013, akibat  berbelit-belitnya pengurusan administrasi.    
Nailah  ketika itu,  seharusnya sudah  mendapatkan  bantuan darurat  karena nafasnya  yang tersengal-sengal. Namun lain, Direktur RSU Pinrang  drg  Sitti Hasnah  Syam, MARS, dengan  enteng  kepada  wartawan,   keterlambatan pelayanan  karena  kekeliruan  rujukan  dari dokter puskesmas, katanya di media.
Diduga  mati  karena infeksi pernafasan dan paru,” kata Hasnah yang  mengutip pernyaataan bawahaannya Kepala Bidang Pelayanan RSU Lasinrang dr A Rivai. Ditambahkan, layanan terlambat dan berbelit, karena  rujukan dari dokter Puskesmas Lampa, langsung ke poli anak, bukan ke unit gawat darurat. Mestinya rujukan  ditujukan ke UGD karena kondisi bayi  sudah kritis, katanya.

Ketika  dikonfirmasi  ulang ternayata Koran Investigasi mendapatkan  pernyataan klise,  kita  tidak usah saling  menyalahkan lah.  Karena masalahnya  tidak akan selesai-selesai  nanti, mari sama-sama memperbaiki,  katanya.

Jadi  Preseden Buruk
Insiden  kemanusiaan  bukan kali  pertama terjadi,   seringkali  tragedi mengenaskan  di  RSU  Pinrang.  Tragisnya,   pada akhir  tahun  2013,  bayi yang baru dilahirkan  Nurwahidah, warga  Desa Bungin, Pinrang,  juga meninggal  dengan  kondisi  mengenaskan setelah kepala terlepas dari badan. Ibu  bayi Wahidah dengan usia kehamilan  6-7 bulan, adalah  pasien
Jamkesmas. RSU  Lasinrang,  menyuruh  melengkapi  berkasnya.  Belum lengkapnya surat  keterangan  sebagai  warga  miskin  menjadi  alasan  perawat  setempat  menolak  memberi  layanan  kesehatan.
  
Buruknya  pelayanan RSU Lasinrang diungkapkan Anggota DPRD Pinrang Andi Irwan Hamid, pada  wartawan,  menyiratkan  meninggalnya Naila,  di depan loket  Asuransi  Kesehatan (Jamkesda), bukanlah kasus baru, katanya. Kejadian  serupa,  saat  salah  seorang  anggota  lalu lintas Polres  Pinrang mengalami  kecelakaan,  kemudiaan  meninggal  karena  juga  telat  mendapatkan  pertolongan.
“Bukan  kali  ini saja, bahkan  salah  seorang anggota  lantas,  akhirnya meninggal ,  karena  telat  ditangani, alasannya  karena  kurang  kelengkapan administrasi,  kalau  tidak  salah  karena  uang  jaminan,  saat  itu  Rp 1 juta yang  mereka  minta,” kata  Irwan   yang  juga  Ketua  DPD  Demokrat.
Tak  terkecuali  Ketua  Partai  DPD  II  Golkar  Pinrang,  Abdi  Baramuli, angkat bicara,  secara  khusus  ia mendesak  para legislator  Golkar Pinrang,  untuk  mendesak  Komisi  I  DPRD,  untuk  memeriksa  Direktur  RSU Pinrang,  drg  Hj. Siti  Hasnah  Syam,  MARS  dan  Kepala  Dinas  Kesehatan  Pinrang,  dr.  Ridha. Jangan  sampai  pembiaran  menjadi  budaya  di Pinrang, “ saya sudah  komunikasikan  dengan  Plt  Ketua Fraksi  Golkar di DPRD  Pinrang,  Sirajuddin  Rasyid,”   kata  Abdi Baramuli saat itu di media.
Tidak  urung  dari  pihak  mahasiswa  menilai  pelayanan  RSU Lasinrang 
jelek,  dan  meminta  kepada pemda  untuk  mencopot  direktur,  yang  kurang kompotensinya.  Karena  di bawah  kepemimpinannya,  beberapakali  tragedi  kemanusiaan  yang membawa maut. Tak  kurang Kadis Provinsi Sulsel, menekankan kepada seluruh perangkat dan pelayanan Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan sesuai protab serta mengutamakan pelayanan  kategori darurat, ada rujukan  atau  tidak  ada rujukan, tetap diladeni, pintahnya.

Ketidak  beresan  manajemen  yang dikembangkan direktur RSU Lasinrang tidak  hanya berdampak di pelayanan kesehatan pada masyarakat luas, bahkan menurut  sumber dipercaya di dalam rumah sakit, ternyata  ada gesekan-gesekan antara karyawan, dokter dan tenaga medis lainnya. Yang selalu memperebutkan ‘jatah kue’, tak kurang  mereka saling menjatuhkan  antara satu dengan lainnya. Bahkan rumor di rumah sakit, konon  gelar strata dua  manajemen yang diraih direktur  rumah sakit, tidak lebih  dihargai sejumlah uang  di perguruan  tinggi  swasta  di  Pinrang.
Arogansi  direktur  rumah sakit diperlihatkan ketika menempatkan orang-orangnya  di tempat  strategis pada  jabatan tertentu. Pola rekrutmen yang diterapkan, dimana orang bisa  menyimpan rahasia, jika tidak  meyakinkan  akan digeser. Menurut beberapa nara sumber  yang  dipercaya,  selama  drg Hj. Siti  Hasnah  Syam, MARS, jadi Direktur RSU Lasinrang,  para dokter, paramedis, dan karyawan  lainnya, dibuatnya tidak  nyaman bekerja.  Pasalnya, konsep manajerialnya  tidak  jelas dan tidak terarah, ketidak  transparanan  penempatan karyawan,  pembagian  jasa medik, hingga pengelolaan uang di rumah sakit.  “Pokoknya, penuh dengan konspirasi, dan kibul-kibulan di dalam pengelolaan  rumah sakit, ” Ungkap  sumber  lain   yang tidak mau disebutkan  namanya.

Pengelolaan Keuangan Penuh Konspirasi
Dari  rekapitulasi  pendapatan  RSU Lasinrang pada Bulan September  2013, terdapat keganjilan menyolok  dimana  totalnya Rp 18 miliar.  setiap pos pelayanan  mempunyai rekening  tersendiri, dan pos-pos tertentu terlihat berfluktuasi setiap bulannya. Bahkan pos lain-lain, termasuk  didalamnya sewa ATM  termasuk  monoton pendapatannya  Rp 10,8 juta/ATM/tahun. Padahal yang  kita tahu ada dua ATM yang beroperasi di luar gedung rumah sakit. Yang hanya terdaftar di laporan keuangan ATM BNI pada Bulan Juli 2013, untuk pendapatan sewa ATM BRI sendiri yang sudah lama beroperasi sejak  Tahun 2012  dan 2013 tidak masuk ke dalam kas rumah sakit.
“Tidak ada uang rumah sakit,  yang  tidak masuk ke kas. Dan itu langsung masuk ke rekening masing-masing  pos jenis pendapatan. Kalau ada data dan faktanya  yang didapat, baru saya bisa  jelaskan di sini,” jelas H. Muh Assidiq, SKM, MKes, kebingungan sambil  bertanya  data  dan  informasi didapat.

Begitupula sewa kantor kas pembantu BNI dan BRI yang ada di dalam gedung rumah sakit, tidak tercantum di pos lain-lain, dalam jenis penerimaan. Tentu itu lebih mahal dari harga sewa  ATM di luar ruangan. Beberapa kantin yang beroperasi di dalam ruangan rumah sakit, juga diduga uang sewanya di kantongi  pimpinan. Termasuk  pendapatan dari diklat PSG dari sekolah, ternyata di rekayasa oleh pimpinan rumah sakit. Untuk diklat PSG Tahun 2010 rumah sakit menerima sebanyak Rp 4 juta,  sedangkan  2011 Rp 9 juta, kemudian pada Tahun 2012 dan 2013 tidak dicatatkan. Padahal anak sekolah banyak  tercatat  dalam diklat di rumah sakit, setiap tahunnya.
“Kalau  parkir di halaman rumah sakit itu, domainnya perhubungan. Tidak masuk ke dalam kas rumah sakit, karena  perda mengatur  seperti itu,” jelas Sekretaris  H. Muh Assidiq, SKM, MKes  dengan sangat berhati-hati sambil melirik  drg Hasnah di meja direktur.

Demikian pula pos kas pendapatan operasional dengan item Instalasi Farmasi/Obat.  Bawasda Pinrang mencatatkan temuannya sebagai mengejutkan tahun 2013, menurut si empunya cerita bahwa Inspektorat  tadi  mendapatkan pencatatan  buku pertama dari data-data pasien dengan  jumlah penjualan obat di apotek rumah sakit dengan fantastik  setiap bulannya sekitar Rp 1 miliar. Sedangkan yang masuk pada laporan realisasi pendapatan pelayanan RSU Lasinrang Pinrang untuk  apotek  September 2013 berkisar Rp 300 juta, atau rata-rata setiap  bulannya Rp 200 juta. Bayangkan, jika yang antri  diloket setiap harinya 110-an orang  membeli  obat, belum  termasuk rawat inap dan rawat jalan.
“Pantas  saja  orang-orang  apotek  rumah sakit, suka  ganti-ganti  mobil baru,” ungkap salah satu pegawai  Bawasda tercengang  melihat  tingkah laku  para pegawai rumah sakit, yang ditirukan oleh orang dalam rumah sakit dengan ikut terheran-heran.

Tidak puas sampai di situ, ternyata  para pegawai  apotek rumah sakit di duga keras  memainkan perannya untuk mempermainkan pasien  untuk  melariskan obat Apotek Salsabilah Farma, yang nota bene milik kepala apotek rumah sakit Hj. Hawa. Caranya, ketika orang membeli obat, pegawai apotek yang dituju memberikan  informasi  menyesatkan,  bahwa  pasien  Jamkesda  atau lainnya, obatnya  tidak ada dijual di sini. Silahkan membeli di luar. Lucunya, di Apotek Salsabilah  sebelum kejadian meninggalnya Naila, dos obat Askes terpajang  di  lemari dengan berderet  jelas, katanya.

“Masa  kita  mau arahkan ke hal-hal yang salah, melanggar kode etik. Tidak ada seperti  itu, di dalam rumah sakit. Soal Hj. Hawa, kita tidak bisa melarang  apoteknya berjualan di luar,” tanggap direktur RSU Lasinrang dengan suara lantang, dan kembali bertanya kepada Koran Investigasi, dimana mendapatkan informasi,  siapa kasih tahu seperti  itu, sambil kembali  sibuk mengutak katik HP nya.

Memang  sejak  Koran  Investigasi  berada di ruangannya  drg Hasnah, hanya  Sekretaris  RSUL  H. Muh Assidiq, SKM, M.Kes yang selalu aktif  menjelaskan mengenai perkembangan rumah sakit. Seakan komunikasi  verbal  direktur  tidak  jalan ataukah tidak tahu masalahnya, namun sesekali menginterogasi  layaknya polisi. Maklum, kata salah satu anggota DPRD  komisi I, menyebutkan bahwa  suaminya dekat dengan Bupati  Pinrang dan sekarang jabatannya sebagai  Kepala  Bappeda. Ir.  Suardi, pernah menjabat selaku  staf ahli  dan  Kadis PU Kab Pinrang, ketika itu jembatan  Bilajeng  Kec  Batu Lappa  yang  sementara dibangun   ambruk sebelum  diresmikan, karena diduga tidak sesuai dengan  bestek . Lucunya,   konsultan  pengawas dan kontraktor di seret ke pengadilan, tidak ada  dari unsur  pemerintah satu pun yang di meja hijaukan. Padahal  kontraktor mengaku hanya  menerima  Rp 1 miliar, 50%nya  dari  sekitar  Rp 2,4 miliar yang dianggarkan dalam APBD  untuk pembangunan jembatan.

Maka tak heran hal serupa terjadi pada Hj. Hasnah, ketika ramai-ramai  komponen masyarakat Pinrang menyuarakan untuk  dicopot sebagai direktur. Ternyata atasannya tetap saja mempertahankannya. Ketika dikonfirmasikan soal pencopotannya, karena dibeberapa media memberitakan soal dirinya tidak lagi menjabat sebagai direktur. Malah balik bertanya, yang salah siapa? “Saya sudah diperiksa, ternyata tidak didapatkan kesalahan pada diri saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara saat di konfirmasi Abdul Latif Arsyad dari anggota Komisi I DPRD Pinrang, mengiyakan ada beberapa tokoh masyarakat Pinrang, termasuk anggota dewan mempertanyakan kinerja Direktur RSU Lasinrang. Bahkan anggota dewan dari Partai Hanura ini,  banyak menghadapi pendemo dari berbagai kalangan masyarakat  termasuk pihak mahasiswa, menyoroti BLU (Badan Layanan Umum) yang ada di rumah sakit.

Menurut Arsyad, BLU itu ternyata membawa rumah sakit ke perubahan besar, dimana fungsi sosialnya hilang, imbasnya pada layanan masyarakat secara keseluruhan. Anda lihat saja katanya, kejadian-kejadian yang terjadi selama ini, di RSU Lasinrang tanpa merinci yang dimaksud. Soal pencopotan direktur karena pengelolaan rumah sakit, Arsyad tidak banyak berkomentar. Dewan tetap akan berkordinasi dengan lembaga terkait, sampai sejauh mana tingkat kesalahannya atau dimana letak kerancuannya, katanya“Saya tidak menyalahkan BLU, tapi rumah sakit tetap mengembang fungsi sosial, sebagai pelayan masyarakat . Karena ini menyangkut hajat masyarakat Indonesia, khususnya Pinrang. Kalau ini terjadi, rumah sakit akan memilih orang yang datang dengan melihat-lihat pakaian  yang dipakai, kendaraannya pasien,” jelasnya via HP, dengan memberikan contoh gambaran di Negara komunis, sistem pelayanannya lebih maju karena dikuasai oleh Negara. * Andi Syahruddin

0 comments:

Post a Comment

Baca Juga ?

Social Icons