Pinrang, Koran Investigasi
Buruknya pelayanan RSU Lasinrang
Pinrang, membuat terulang-ulang
kasus tragedi kemanusian, masih kuat diingatan Naila, bayi usia 2 bulan 10 hari, meredang nyawa di pangkuan ibunya Nursia, di depan
loket Jamkesda dipenghujungr Tahun 2013,
akibat berbelit-belitnya pengurusan
administrasi.
Nailah ketika itu, seharusnya sudah
mendapatkan bantuan darurat karena nafasnya
yang tersengal-sengal. Namun lain, Direktur
RSU Pinrang drg Sitti Hasnah Syam, MARS,
dengan enteng kepada wartawan, keterlambatan pelayanan karena kekeliruan rujukan dari dokter puskesmas, katanya di media.
Ketika dikonfirmasi
ulang ternayata Koran Investigasi mendapatkan pernyataan klise, kita
tidak usah saling menyalahkan
lah. Karena masalahnya tidak akan selesai-selesai nanti, mari sama-sama memperbaiki, katanya.
Insiden kemanusiaan bukan kali pertama terjadi, seringkali tragedi mengenaskan di RSU Pinrang. Tragisnya, pada akhir tahun 2013, bayi yang baru dilahirkan Nurwahidah, warga Desa Bungin, Pinrang, juga meninggal dengan kondisi mengenaskan setelah kepala terlepas dari badan. Ibu bayi Wahidah dengan usia kehamilan 6-7 bulan, adalah pasien
Jamkesmas. RSU Lasinrang,
menyuruh melengkapi berkasnya.
Belum lengkapnya surat keterangan sebagai warga miskin
menjadi
alasan perawat setempat menolak memberi
layanan kesehatan.
Buruknya pelayanan RSU Lasinrang diungkapkan Anggota
DPRD Pinrang Andi Irwan Hamid, pada wartawan, menyiratkan meninggalnya Naila, di depan loket Asuransi
Kesehatan (Jamkesda), bukanlah kasus baru, katanya. Kejadian serupa, saat salah seorang anggota lalu lintas Polres Pinrang mengalami kecelakaan, kemudiaan
meninggal karena
juga telat mendapatkan pertolongan.
“Bukan kali ini saja, bahkan salah seorang
anggota lantas, akhirnya meninggal ,
karena telat ditangani, alasannya karena kurang
kelengkapan administrasi, kalau tidak salah karena
uang jaminan, saat itu
Rp 1 juta yang mereka minta,” kata Irwan yang
juga Ketua DPD Demokrat.
Tak terkecuali Ketua Partai
DPD II Golkar
Pinrang, Abdi Baramuli, angkat bicara, secara khusus
ia mendesak para legislator Golkar Pinrang, untuk mendesak
Komisi I DPRD, untuk memeriksa
Direktur RSU Pinrang, drg Hj. Siti Hasnah Syam, MARS dan Kepala Dinas Kesehatan Pinrang,
dr. Ridha. Jangan
sampai pembiaran menjadi budaya di Pinrang, “ saya sudah komunikasikan dengan
Plt Ketua Fraksi Golkar di DPRD Pinrang, Sirajuddin
Rasyid,” kata
Abdi Baramuli saat itu di media.
Tidak urung dari pihak mahasiswa
menilai pelayanan RSU Lasinrang
jelek, dan meminta kepada pemda untuk mencopot direktur, yang kurang kompotensinya. Karena di bawah kepemimpinannya, beberapakali tragedi kemanusiaan yang membawa maut. Tak kurang Kadis Provinsi Sulsel, menekankan kepada seluruh perangkat dan pelayanan Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan sesuai protab serta mengutamakan pelayanan kategori darurat, ada rujukan atau tidak ada rujukan, tetap diladeni, pintahnya.
jelek, dan meminta kepada pemda untuk mencopot direktur, yang kurang kompotensinya. Karena di bawah kepemimpinannya, beberapakali tragedi kemanusiaan yang membawa maut. Tak kurang Kadis Provinsi Sulsel, menekankan kepada seluruh perangkat dan pelayanan Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan sesuai protab serta mengutamakan pelayanan kategori darurat, ada rujukan atau tidak ada rujukan, tetap diladeni, pintahnya.
Ketidak beresan
manajemen yang dikembangkan
direktur RSU Lasinrang tidak hanya berdampak di pelayanan kesehatan pada
masyarakat luas, bahkan menurut sumber
dipercaya di dalam rumah sakit, ternyata
ada gesekan-gesekan antara karyawan, dokter dan tenaga medis lainnya.
Yang selalu memperebutkan ‘jatah kue’, tak kurang mereka saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya. Bahkan rumor di
rumah sakit, konon gelar strata dua manajemen yang diraih direktur rumah sakit, tidak lebih dihargai sejumlah uang di perguruan
tinggi swasta di
Pinrang.
Arogansi direktur rumah sakit diperlihatkan ketika menempatkan
orang-orangnya di tempat strategis pada jabatan tertentu. Pola rekrutmen yang
diterapkan, dimana orang bisa menyimpan
rahasia, jika tidak meyakinkan akan digeser. Menurut beberapa nara sumber yang
dipercaya, selama drg Hj. Siti
Hasnah Syam, MARS, jadi Direktur
RSU Lasinrang, para dokter, paramedis,
dan karyawan lainnya, dibuatnya
tidak nyaman bekerja. Pasalnya, konsep manajerialnya tidak
jelas dan tidak terarah, ketidak
transparanan penempatan
karyawan, pembagian jasa medik, hingga pengelolaan uang di rumah
sakit. “Pokoknya, penuh dengan konspirasi,
dan kibul-kibulan di dalam pengelolaan
rumah sakit, ” Ungkap sumber lain
yang tidak mau disebutkan
namanya.
Pengelolaan Keuangan Penuh Konspirasi
Dari
rekapitulasi pendapatan RSU Lasinrang pada Bulan September 2013, terdapat keganjilan menyolok dimana totalnya Rp 18 miliar. setiap pos pelayanan mempunyai rekening tersendiri, dan pos-pos tertentu terlihat
berfluktuasi setiap bulannya. Bahkan pos lain-lain, termasuk didalamnya sewa ATM termasuk
monoton pendapatannya Rp 10,8
juta/ATM/tahun. Padahal yang kita tahu ada dua ATM yang beroperasi di luar
gedung rumah sakit. Yang hanya terdaftar di laporan keuangan ATM BNI pada Bulan
Juli 2013, untuk pendapatan sewa ATM BRI sendiri yang sudah lama beroperasi
sejak Tahun 2012 dan 2013 tidak masuk ke dalam kas rumah
sakit.
“Tidak ada uang rumah sakit, yang tidak
masuk ke kas. Dan itu langsung masuk ke rekening masing-masing pos jenis pendapatan. Kalau ada data dan
faktanya yang didapat, baru saya
bisa jelaskan di sini,” jelas H. Muh Assidiq, SKM, MKes, kebingungan sambil bertanya data dan informasi didapat.
Begitupula sewa kantor kas pembantu
BNI dan BRI yang ada di dalam gedung rumah sakit, tidak tercantum di pos
lain-lain, dalam jenis penerimaan. Tentu itu lebih mahal dari harga sewa ATM di luar ruangan. Beberapa kantin yang
beroperasi di dalam ruangan rumah sakit, juga diduga uang sewanya di kantongi pimpinan. Termasuk pendapatan dari diklat PSG dari sekolah,
ternyata di rekayasa oleh pimpinan rumah sakit. Untuk diklat PSG Tahun 2010
rumah sakit menerima sebanyak Rp 4 juta,
sedangkan 2011 Rp 9 juta,
kemudian pada Tahun 2012 dan 2013 tidak dicatatkan. Padahal anak sekolah banyak
tercatat dalam diklat di rumah sakit, setiap tahunnya.
“Kalau parkir di halaman rumah sakit itu, domainnya
perhubungan. Tidak masuk ke dalam kas rumah sakit, karena perda mengatur seperti itu,” jelas Sekretaris
H. Muh Assidiq, SKM, MKes dengan
sangat berhati-hati sambil melirik drg
Hasnah di meja direktur.
Demikian pula pos kas pendapatan
operasional dengan item Instalasi Farmasi/Obat.
Bawasda Pinrang mencatatkan temuannya sebagai mengejutkan tahun 2013,
menurut si empunya cerita bahwa Inspektorat tadi mendapatkan pencatatan
buku pertama dari data-data pasien dengan jumlah penjualan obat di apotek rumah sakit
dengan fantastik setiap bulannya sekitar
Rp 1 miliar. Sedangkan yang masuk pada laporan realisasi pendapatan pelayanan
RSU Lasinrang Pinrang untuk apotek September 2013 berkisar Rp 300 juta, atau
rata-rata setiap bulannya Rp 200 juta.
Bayangkan, jika yang antri diloket setiap harinya 110-an orang membeli obat, belum termasuk rawat inap dan rawat jalan.
“Pantas saja orang-orang apotek rumah sakit, suka ganti-ganti
mobil baru,” ungkap salah satu pegawai Bawasda tercengang melihat tingkah laku
para pegawai rumah sakit, yang ditirukan oleh orang dalam rumah sakit
dengan ikut terheran-heran.
Tidak puas sampai di situ, ternyata para pegawai apotek rumah sakit di duga keras memainkan perannya untuk mempermainkan pasien untuk melariskan obat Apotek Salsabilah Farma, yang
nota bene milik kepala apotek rumah sakit Hj. Hawa. Caranya, ketika orang
membeli obat, pegawai apotek yang dituju memberikan informasi
menyesatkan, bahwa pasien Jamkesda atau lainnya, obatnya tidak ada dijual di sini. Silahkan membeli di
luar. Lucunya, di Apotek Salsabilah
sebelum kejadian meninggalnya Naila, dos obat Askes terpajang di
lemari dengan berderet jelas,
katanya.
“Masa kita mau arahkan ke hal-hal yang salah, melanggar
kode etik. Tidak ada seperti itu, di
dalam rumah sakit. Soal Hj. Hawa, kita tidak bisa melarang apoteknya berjualan di luar,” tanggap direktur
RSU Lasinrang dengan suara lantang, dan kembali bertanya kepada Koran
Investigasi, dimana mendapatkan informasi,
siapa kasih tahu seperti itu,
sambil kembali sibuk mengutak katik HP
nya.
Memang sejak Koran Investigasi
berada di ruangannya drg Hasnah, hanya Sekretaris
RSUL H. Muh Assidiq, SKM, M.Kes
yang selalu aktif menjelaskan mengenai
perkembangan rumah sakit. Seakan komunikasi
verbal direktur tidak
jalan ataukah tidak tahu masalahnya, namun sesekali menginterogasi layaknya polisi. Maklum, kata salah satu
anggota DPRD komisi I, menyebutkan bahwa
suaminya dekat dengan Bupati Pinrang dan sekarang jabatannya sebagai Kepala Bappeda. Ir.
Suardi, pernah menjabat selaku
staf ahli dan Kadis PU Kab Pinrang, ketika itu jembatan Bilajeng
Kec Batu Lappa yang sementara dibangun ambruk sebelum diresmikan, karena diduga tidak sesuai dengan bestek . Lucunya, konsultan
pengawas dan kontraktor di seret ke pengadilan, tidak
ada dari unsur pemerintah satu pun yang di meja hijaukan.
Padahal kontraktor mengaku hanya menerima
Rp 1 miliar, 50%nya dari sekitar Rp 2,4 miliar yang dianggarkan dalam APBD untuk pembangunan jembatan.
Maka tak heran hal serupa terjadi pada Hj.
Hasnah, ketika ramai-ramai komponen
masyarakat Pinrang menyuarakan untuk
dicopot sebagai direktur. Ternyata atasannya tetap saja mempertahankannya.
Ketika dikonfirmasikan soal pencopotannya, karena dibeberapa media memberitakan
soal dirinya tidak lagi menjabat sebagai direktur. Malah balik bertanya, yang
salah siapa? “Saya sudah diperiksa, ternyata tidak didapatkan kesalahan pada
diri saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara saat di konfirmasi Abdul
Latif Arsyad dari anggota Komisi I DPRD Pinrang, mengiyakan ada beberapa tokoh
masyarakat Pinrang, termasuk anggota dewan mempertanyakan kinerja Direktur RSU
Lasinrang. Bahkan anggota dewan dari Partai Hanura ini, banyak menghadapi pendemo dari berbagai
kalangan masyarakat termasuk pihak mahasiswa,
menyoroti BLU (Badan Layanan Umum) yang ada di rumah sakit.
Menurut Arsyad, BLU itu ternyata membawa
rumah sakit ke perubahan besar, dimana fungsi sosialnya hilang, imbasnya pada
layanan masyarakat secara keseluruhan. Anda lihat saja katanya,
kejadian-kejadian yang terjadi selama ini, di RSU Lasinrang tanpa merinci yang
dimaksud. Soal pencopotan direktur karena pengelolaan rumah sakit, Arsyad tidak
banyak berkomentar. Dewan tetap akan berkordinasi dengan lembaga terkait,
sampai sejauh mana tingkat kesalahannya atau dimana letak kerancuannya, katanya. “Saya tidak menyalahkan BLU, tapi
rumah sakit tetap mengembang fungsi sosial, sebagai pelayan masyarakat . Karena
ini menyangkut hajat masyarakat Indonesia, khususnya Pinrang. Kalau ini
terjadi, rumah sakit akan memilih orang yang datang dengan melihat-lihat
pakaian yang dipakai, kendaraannya
pasien,” jelasnya via HP, dengan memberikan contoh gambaran di Negara komunis,
sistem pelayanannya lebih maju karena dikuasai oleh Negara. * Andi Syahruddin
0 comments:
Post a Comment