Oknum Jaksa Jadi Makelar Kasus
Surabaya, Koran Investigasi
Menurut Burhan, Jaksa Rotua tidak hanya mempermainkan keluarga terdakwa,
namun juga majelis hakim PN yang diketuai M Jalili Sairin, yang memeriksa
perkara perjudian tersebut merasa diplokoto olehnya.
Jaksa Rotua dituding mengatur skenario sejak awal perkara ini disidangkan. “Paska sidang pembacaan perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, pada agenda sidang selanjutnya, jaksa selalu beralasan bahwa pihaknya tidak bisa menghadirkan terdakwa,” terang Burhan.
Tak pelak hal itu mengakibatkan sidang selalu mengalami penundaan. Karena tak mau beresiko kehabisan masa penahanan terdakwa, akhirnya hakim pun membacakan putusan vonis tanpa dihadiri oleh terdakwa.
“Itupun menurut keterangan Jaksa, bahwa pihaknya sudah mendapat ijin dari terdakwa untuk vonis dibacakan tanpa kehadiran terdakwa,” tambah Burhan.
Ternyata, skenario tak menghadirkan terdakwa dalam persidangan itu merupakan akal-akalan Jaksa Rotua semata. Tujuannya agar persidangan perkara tersebut tak terendus wartawan.
Dikonfirmasi secara terpisah, hakim M Jalili saat ditanya soal aliran dana yang diduga hasil memeras dari terdakwa, M Jalili mengaku tak tahu menahu. “Soal uang tanyakan saja kepada jaksanya mas, saya tidak tahu apa-apa,” singkatnya.
Untuk diketahui, laporan ini berawal dari digelarnya penanganan proses hukum yang melibatkan Irianto Sapuas Tedjo sebagai terdakwa dalam perkara perjudian, beberapa bulan lalu. Dugaan ini terjadi saat perkara tersebut sedang berjalan persidangannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Permintaan dan penyerahan uang terjadi sebanyak dua tahap. “Yang pertama minta Rp 10 juta lalu minta lagi Rp 3 juta,” ujar Irianto kepada wartawan.
Kepada keluarga terdakwa, Rotua beralasan uang itu nantinya bakal digunakan untuk ‘mengurus’ administrasi perkara tersebut.
Diketahui belakangan, bahwa permintaan tahap II sebesar Rp 3 juta tersebut, Rotua beralasan nanti dananya bakal diberikan kepada wartawan yang sudah terlanjur mengendus ‘permainan’ Rotua.
Terdakwa dituntut dan diputus vonisnya tanpa harus menghadiri sidang. Tuntutan jaksa dan vonis hakim diputus pada tanggal 12 Oktober 2015 tanpa kehadiran terdakwa. Saat itu terdakwa tidak dikeluarkan dari Rutan Medaeng namun perkaranya sudah vonis.
Saat itu, kepada terdakwa, jaksa Rotua menyakinkan bahwa dirinya tidak perlu hadir dipersidangan. “Tak usah hadir sidang, nanti tinggal ambil saja putusannya di PN,” ujar sumber menirukan ucapan jaksa Rotua.
Dugaan ulah nakal yang diperbuat Rotua ini, telah dilaporkan ke ke Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim beberapa waktu lalu. Soal adanya laporan yang diarahkan ke Rotua itu, hal ini dibenarkan oleh Arif, Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Jatim.
“Iya benar ada laporan dari masyarakat soal itu,” ujarnya saat dikonfirmasi di Kejati Jatim.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Rotua tidak hanya sekali diperiksa oleh tim bidang pengawasan Kejati Jatim. Sebelumnya ia juga pernah dilaporkan karena ulah intervensinya terhadap korban pedofilia. Saat itu, Jaksa Rotua mendatangi rumah korban sodomi dan berupaya merayu keluarga korban agar mau menerima uang sebesar Rp 5 juta dan mau memaafkan perbuatan terdakwa.
Namun hasil penelusuran tim pengawasan Kejati Jatim saat itu, memutuskan bahwa ulah Jaksa Rotua itu tidak terbukti. Jaksa Rotua pun tak menerima sanksi.
Hingga berita ini diturunkan, Jaksa Rotua enggan dikonfirmasi. Meski terdengar nada sambung, namun Rotua enggan menerima panggilan selulernya(Widodo)
Jaksa Rotua dituding mengatur skenario sejak awal perkara ini disidangkan. “Paska sidang pembacaan perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, pada agenda sidang selanjutnya, jaksa selalu beralasan bahwa pihaknya tidak bisa menghadirkan terdakwa,” terang Burhan.
Tak pelak hal itu mengakibatkan sidang selalu mengalami penundaan. Karena tak mau beresiko kehabisan masa penahanan terdakwa, akhirnya hakim pun membacakan putusan vonis tanpa dihadiri oleh terdakwa.
“Itupun menurut keterangan Jaksa, bahwa pihaknya sudah mendapat ijin dari terdakwa untuk vonis dibacakan tanpa kehadiran terdakwa,” tambah Burhan.
Ternyata, skenario tak menghadirkan terdakwa dalam persidangan itu merupakan akal-akalan Jaksa Rotua semata. Tujuannya agar persidangan perkara tersebut tak terendus wartawan.
Dikonfirmasi secara terpisah, hakim M Jalili saat ditanya soal aliran dana yang diduga hasil memeras dari terdakwa, M Jalili mengaku tak tahu menahu. “Soal uang tanyakan saja kepada jaksanya mas, saya tidak tahu apa-apa,” singkatnya.
Untuk diketahui, laporan ini berawal dari digelarnya penanganan proses hukum yang melibatkan Irianto Sapuas Tedjo sebagai terdakwa dalam perkara perjudian, beberapa bulan lalu. Dugaan ini terjadi saat perkara tersebut sedang berjalan persidangannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Permintaan dan penyerahan uang terjadi sebanyak dua tahap. “Yang pertama minta Rp 10 juta lalu minta lagi Rp 3 juta,” ujar Irianto kepada wartawan.
Kepada keluarga terdakwa, Rotua beralasan uang itu nantinya bakal digunakan untuk ‘mengurus’ administrasi perkara tersebut.
Diketahui belakangan, bahwa permintaan tahap II sebesar Rp 3 juta tersebut, Rotua beralasan nanti dananya bakal diberikan kepada wartawan yang sudah terlanjur mengendus ‘permainan’ Rotua.
Terdakwa dituntut dan diputus vonisnya tanpa harus menghadiri sidang. Tuntutan jaksa dan vonis hakim diputus pada tanggal 12 Oktober 2015 tanpa kehadiran terdakwa. Saat itu terdakwa tidak dikeluarkan dari Rutan Medaeng namun perkaranya sudah vonis.
Saat itu, kepada terdakwa, jaksa Rotua menyakinkan bahwa dirinya tidak perlu hadir dipersidangan. “Tak usah hadir sidang, nanti tinggal ambil saja putusannya di PN,” ujar sumber menirukan ucapan jaksa Rotua.
Dugaan ulah nakal yang diperbuat Rotua ini, telah dilaporkan ke ke Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim beberapa waktu lalu. Soal adanya laporan yang diarahkan ke Rotua itu, hal ini dibenarkan oleh Arif, Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Jatim.
“Iya benar ada laporan dari masyarakat soal itu,” ujarnya saat dikonfirmasi di Kejati Jatim.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Rotua tidak hanya sekali diperiksa oleh tim bidang pengawasan Kejati Jatim. Sebelumnya ia juga pernah dilaporkan karena ulah intervensinya terhadap korban pedofilia. Saat itu, Jaksa Rotua mendatangi rumah korban sodomi dan berupaya merayu keluarga korban agar mau menerima uang sebesar Rp 5 juta dan mau memaafkan perbuatan terdakwa.
Namun hasil penelusuran tim pengawasan Kejati Jatim saat itu, memutuskan bahwa ulah Jaksa Rotua itu tidak terbukti. Jaksa Rotua pun tak menerima sanksi.
Hingga berita ini diturunkan, Jaksa Rotua enggan dikonfirmasi. Meski terdengar nada sambung, namun Rotua enggan menerima panggilan selulernya(Widodo)
0 comments:
Post a Comment