Jalan Menuju Ke Tambang |
IUP Bermasalah Dan Overlap
Akan Ditindak
63 IUP Beroperasi di Morut
MOROWALI, Koran Investigasi - Kabupaten Morowali Utara (Morut) pisah
dari Kabupaten Morowali Juni 2013. Sekitar 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP)
masuk dalam wilayah Kabupaten Morut, 32 IUP masih bermasalah dan 16 tercatat
overlap dengan wilayah Kontrak Karya PT. Vale, lima dinyatakan kabur.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Morut, H. Mahmud Ibrahim, S.Sos, MM mengatakan, setelah Morut jadi
Daerah Otonomi Baru (DOB), ternyata
banyak IUP tidak tercatat di kementerian Minerba. “Pertanggal 08 September 2014
saya teken pengajuan 63 nama-nama perusahaan pemegang IUP baik yang sudah clear
and clean maupun belum. Termasuk lima pemegang izin usaha pertambangan yang
diluar 63, diserahkan Pemda Morowali ke Morut. Serta 16 IUP yang overlap dengan
wilayah Kontrak Karya PT. VALE, blok Kolonodale (blok 25),” katanya.
Menurutnya, Pemda Morut diberi limit
waktu oleh Kementerian Minerba melalui Dinas ESDM Propinsi Sulteng, hingga
akhir Desember 2014 untuk mengajukan daftar nama-nama perusahaan pemegang IUP
untuk diverifikasi. Dan jika batas waktu yang sudah ditentukan pemegang IUP
tidak melengkapi dokumen dan administrasi sesuai yang diatur dalam
undang-undang, maka pihaknya tak segan-segan untuk mengajukan pemutusan
kontrak. “Yang penting kami sudah lakukan upaya pemanggilan dengan cara
menyurati pihak pemegang IUP untuk segera melengkapi dokumen dan administrasi.
Sehingga bila nantinya ada hal terburuk sikap dan tindakan, maka jangan
disalahkan Pemda Morut,” tegasnya.
Kata mantan Kadis PU Kabupaten Morowali
ini, tidak semua IUP yang sudah clear and clean(C and C) telah memenuhi
kelengkapan dokumen dan administrasi. Bagaimana dengan yang belum C and C,
sudah dipastikan masih banyak yang belum memenuhi persyaratan dokumen.
Lanjutnya, ada 25 pemilik IUP sudah
disurati pihak dinas ESDM untuk melengkapi dokumen dan administrasi sesuai
aturan. Dari 25 itu sudah ada C and C, tapi dokumennya belum lengkap.
Sepengetahuannya, baru sedikit yang lengkap
dokumennya, seperti PT. Graha Sumber Mining Indonesia (GSMI), PT. Mulia Pasifik
Resources (MPR), PT. Genba Multi Mineral dan TP. Cocoman. “Yang lainnya saya
belum tahu pasti,” katanya.
Hasil pertemuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan sejumlah Bupati dan walikota diberi batas waktu 12 Desember 2014. “Kami
siap membantu pihak pemegang IUP untuk melengkapi dokumen dan adminsitrasi
perusahaan mereka, asalkan mau terbuka,” jelasnya.
Bintang Delapan Mineral Bangun Smelter di
Sulteng
Sementara itu, di Morowali pabrik pemurnian (smelter) nikel dibangun berkapasitas 300 ribu ton
nikel pertahun. Smelter
yang dibangun oleh PT Bintang Delapan Mineral (BDM) tersebut membutuhkan investasi sekitar 636 juta USD. Perusahaan tambang yang di Morowali dan
sekitarnya akan dimudahkan, karena ada industri yang dapat mengolah nikel
mentah menjadi nikel murni.
“Penelitian
menunjukan dengan mengolah sendiri di dalam negeri kita bisa mendapat
keuntungan 17 kali lebih tinggi dibanding kita mengekspor bahan mentah, dan akan menjadi kawasan industri nikel,”
katanya.
Bambang mengatakan salah satu keunggulan
dari pengolahan yang dibangun BDM adalah memadukan skema pengolahan dari hulu nya. Di kawasan tersebut nantinya dibangun
industri hilirnya sehingga kegiatan eksport nikel murni tidak lagi menjadi
dominan karena banyak sudah menjadi bahan jadi. “Ini sangat menguntungkan
kita.” Kata Bambang Sunaryo, Kepala
Dinas ESDM Sulteng.
Seminar Rembuk Nasional ke-VII diadakan di Palu beberapa waktu lalu
tentang Menggali Potensi Energi dan Pangan Maritim dari daerah untuk Indonesia
Raya. Dilaksanakan Institut Lembang Sembilan, yang didukung oleh Pemda Propinsi
Sulteng, Pemkot, pusat kajian Trisakti, Megawati Institut dan DPD KUKMI
Sulteng. Salah satu pointers disebutkan, bahwa BDM hampir dipastikan pabrik
pemurnian (smelter) akan rampung tahun 2014. Sehingga tahun 2015, sudah bisa
beroperasi. Sehingga berdasarkan ketentuan undang-undang minerba, perusahaan
tersebut telah di izinkan untuk mengapalkan kembali ore nikelnya ke luar
negeri.
Dari kesuksesan PT Bintang Delapan Mineral membangun Smelter
dengan dukungan pemda, masih menyisahkan masalah katanya. Menurut penduduk
setempat kebanyakan tenaga kerja yang dipekerjakan itu, didatangkan dari Negeri
Tirai Bambu China. Hanya sedikit penduduk setempat yang dipekerjakan, dengan
upah Rp 40rb-Rp 50rb perhari, sedangkan Rp 2 juta (dua juta rupiah) untuk gaji
bulanan.
Untuk lahan rakyat yang diduduki 157 hektar, 42 hektar lahan
pertanian produktif sudah dibayarkan ke pemiliknya . Namun sisanya 115 hektar ternyata
belum dibayarkan ke pemilik syah. Sekadar di ketahui saja, harga lahan
perhektar Rp 70juta (tujuh puluh juta rupiah).
Sementara itu, merebak isu bagi perusahaan di Indonesia yang ingin mengantongi AMDAL maka harus
bersiap-siap mengeluarkan biaya hingga Rp 300 juta (tiga ratus juta rupiah).
Biaya itu, konon sudah terangkum dalam biaya lain-lain. Artinya perusahaan
sudah terima beres, namun besar kemungkinan studi kelayakan tadi, tidak
memenuhi sayarat sebagaimana disyaratkan dalam perangkat aturan yang ada.
Menurut si empunya cerita, pemilik perusahaan tambang yang pernah
beroperasi di Papua, ia bangkrut karena tidak kuat biaya tete bengek segala katanya. Untuk alih fungsi hutan saja perusahaan
harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 10 miliar (sepuluh miliar rupiah), karena
menteri tidak mau bertanda tangan, dengan alasan macam-macam. Belum lagi aparat
di daerah, setiap saat atau bulannya ongkos yang harus dikeluarkan, katanya. Randhy B/ Andi Syahruddin
0 comments:
Post a Comment