Sunday 26 April 2015

IUP Bermasalah Dan Overlap Akan Ditindak






Jalan Menuju Ke Tambang


IUP Bermasalah Dan Overlap Akan Ditindak

63 IUP Beroperasi di Morut

MOROWALI, Koran Investigasi - Kabupaten Morowali Utara (Morut) pisah dari Kabupaten Morowali Juni 2013. Sekitar 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP) masuk dalam wilayah Kabupaten Morut, 32 IUP masih bermasalah dan 16 tercatat overlap dengan wilayah Kontrak Karya PT. Vale, lima dinyatakan kabur.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Morut, H. Mahmud Ibrahim, S.Sos, MM mengatakan, setelah Morut jadi Daerah Otonomi Baru (DOB),  ternyata banyak IUP tidak tercatat di kementerian Minerba. “Pertanggal 08 September 2014 saya teken pengajuan 63 nama-nama perusahaan pemegang IUP baik yang sudah clear and clean maupun belum. Termasuk lima pemegang izin usaha pertambangan yang diluar 63, diserahkan Pemda Morowali ke Morut. Serta 16 IUP yang overlap dengan wilayah Kontrak Karya PT. VALE, blok Kolonodale (blok 25),” katanya.
Menurutnya, Pemda Morut diberi limit waktu oleh Kementerian Minerba melalui Dinas ESDM Propinsi Sulteng, hingga akhir Desember 2014 untuk mengajukan daftar nama-nama perusahaan pemegang IUP untuk diverifikasi. Dan jika batas waktu yang sudah ditentukan pemegang IUP tidak melengkapi dokumen dan administrasi sesuai yang diatur dalam undang-undang, maka pihaknya tak segan-segan untuk mengajukan pemutusan kontrak. “Yang penting kami sudah lakukan upaya pemanggilan dengan cara menyurati pihak pemegang IUP untuk segera melengkapi dokumen dan administrasi. Sehingga bila nantinya ada hal terburuk sikap dan tindakan, maka jangan disalahkan Pemda Morut,” tegasnya.
Kata mantan Kadis PU Kabupaten Morowali ini, tidak semua IUP yang sudah clear and clean(C and C) telah memenuhi kelengkapan dokumen dan administrasi. Bagaimana dengan yang belum C and C, sudah dipastikan masih banyak yang belum memenuhi persyaratan dokumen.
Lanjutnya, ada 25 pemilik IUP sudah disurati pihak dinas ESDM untuk melengkapi dokumen dan administrasi sesuai aturan. Dari 25 itu sudah ada C and C, tapi dokumennya belum lengkap.
Sepengetahuannya, baru sedikit yang lengkap dokumennya, seperti PT. Graha Sumber Mining Indonesia (GSMI), PT. Mulia Pasifik Resources (MPR), PT. Genba Multi Mineral dan TP. Cocoman. “Yang lainnya saya belum tahu pasti,” katanya.
Hasil pertemuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sejumlah Bupati dan walikota diberi batas waktu 12 Desember 2014. “Kami siap membantu pihak pemegang IUP untuk melengkapi dokumen dan adminsitrasi perusahaan mereka, asalkan mau terbuka,” jelasnya. 
Bintang Delapan Mineral Bangun Smelter di Sulteng
Sementara itu, di Morowali pabrik pemurnian (smelter) nikel dibangun berkapasitas 300 ribu ton nikel pertahun. Smelter yang dibangun oleh PT Bintang Delapan Mineral (BDM) tersebut membutuhkan investasi sekitar 636 juta USD. Perusahaan tambang yang di Morowali dan sekitarnya akan dimudahkan, karena ada industri yang dapat mengolah nikel mentah menjadi nikel murni.
Penelitian menunjukan dengan mengolah sendiri di dalam negeri kita bisa mendapat keuntungan 17 kali lebih tinggi dibanding kita mengekspor bahan mentah, dan akan menjadi kawasan industri nikel,” katanya.
Bambang mengatakan salah satu keunggulan dari pengolahan yang dibangun BDM adalah memadukan skema pengolahan dari hulu nya. Di kawasan tersebut nantinya dibangun industri hilirnya sehingga kegiatan eksport nikel murni tidak lagi menjadi dominan karena banyak sudah menjadi bahan jadi. “Ini sangat menguntungkan kita.” Kata Bambang Sunaryo, Kepala Dinas ESDM Sulteng.
Seminar Rembuk Nasional ke-VII diadakan di Palu beberapa waktu lalu tentang Menggali Potensi Energi dan Pangan Maritim dari daerah untuk Indonesia Raya. Dilaksanakan Institut Lembang Sembilan, yang didukung oleh Pemda Propinsi Sulteng, Pemkot, pusat kajian Trisakti, Megawati Institut dan DPD KUKMI Sulteng. Salah satu pointers disebutkan, bahwa BDM hampir dipastikan pabrik pemurnian (smelter) akan rampung tahun 2014. Sehingga tahun 2015, sudah bisa beroperasi. Sehingga berdasarkan ketentuan undang-undang minerba, perusahaan tersebut telah di izinkan untuk mengapalkan kembali ore nikelnya ke luar negeri.
Dari kesuksesan PT Bintang Delapan Mineral membangun Smelter dengan dukungan pemda, masih menyisahkan masalah katanya. Menurut penduduk setempat kebanyakan tenaga kerja yang dipekerjakan itu, didatangkan dari Negeri Tirai Bambu China. Hanya sedikit penduduk setempat yang dipekerjakan, dengan upah Rp 40rb-Rp 50rb perhari, sedangkan Rp 2 juta (dua juta rupiah) untuk gaji bulanan.
Untuk lahan rakyat yang diduduki 157 hektar, 42 hektar lahan pertanian produktif sudah dibayarkan ke pemiliknya . Namun sisanya 115 hektar ternyata belum dibayarkan ke pemilik syah. Sekadar di ketahui saja, harga lahan perhektar Rp 70juta (tujuh puluh juta rupiah).
Sementara itu, merebak isu bagi perusahaan di Indonesia yang ingin mengantongi AMDAL maka harus bersiap-siap mengeluarkan biaya hingga Rp 300 juta (tiga ratus juta rupiah). Biaya itu, konon sudah terangkum dalam biaya lain-lain. Artinya perusahaan sudah terima beres, namun besar kemungkinan studi kelayakan tadi, tidak memenuhi sayarat sebagaimana disyaratkan dalam perangkat aturan yang ada.
Menurut si empunya cerita, pemilik perusahaan tambang yang pernah beroperasi di Papua, ia bangkrut karena tidak kuat biaya tete bengek segala katanya. Untuk alih fungsi hutan saja perusahaan harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 10 miliar (sepuluh miliar rupiah), karena menteri tidak mau bertanda tangan, dengan alasan macam-macam. Belum lagi aparat di daerah, setiap saat atau bulannya ongkos yang harus dikeluarkan, katanya. Randhy B/ Andi Syahruddin

0 comments:

Post a Comment

Baca Juga ?

Social Icons