Kasman
Bawa Pergi Barang Inventaris SDI Sudiang
Makassar,
Koran Investigasi
Kasman Mappa, SPd, MM, dengan pasrah menerima jika
dikatakan barang inventaris LCD Proyektor SD Inpres Sudiang diambil pergi,
soalnya ketika itu katanya saat ada proses perpindahan dari Kepsek SD Inpres
Sudiang ke SD Inpres Pai 1 Makassar, juga bertepatan dengan kegiatannya menatar.
“Saya sendiri saat itu, mengambil di kantor sekolah
yang sudah ada dan membawa pergi. Dan segera akan dikembalikan proyektor,
karena bisa jadi temuan oleh Inspektorat,” katanya jujur sambil meminta pada
media ini untuk tidak dimuat masalah ini.
Ditanya pada Kasman, apakah tidak terlintas di benaknya
untuk mengambil barang berharga ini, karena sehubungan lamanya 7 bulan barang tersebut
diambil hingga sekarang (Selasa, 11/10) belum dikembalikan? “Saya ini dulu
ketika masih guru biasa di Pai selama 12 tahun, sudah bisa beli proyektor. Di
sini juga banyak proyektor,” kilahnya namun tidak bisa memperlihatkan barang yang dimaksud.
Klarifikasi Kasman di SDI Pai 1 terakhir Sabtu, 15 Oktober
2016 belum juga dikembalikan LCD Proyektor, tetap akan dikembalikan segera
katanya. Namun sayang menurut Kasman, tidak ada kerjasama Kepsek SDI Sudiang
untuk mengembalikan dana yang terlampau banyak dikeluarkan katanya.
“Boleh dibilang saya menyandera proyektor yang harganya
Rp 4 juta. Karena dana pribadi yang saya belikan kursi Rp 2 juta, dan
pembangunan taman sekitar Rp 20 juta tidak digantikan di dana BOS, sebab
dimutasi. Saya minta ke Ibu Hadina, malah disuruh angkat kursinya. Sakit hati
kan,” jelas Kasman yang kesal dengan mengbeberkan biaya pengorbanan lainnya.
Memang beberapa guru dan karyawan membenarkan
proyektor milik SD Inpres Sudiang dibawa ketika menjabat Kepsek dan mengiyakan
akan segera dikembalikan, namun barang tersebut belum dikembalikan. “Saya
meminta berkali-kali pada Pak Kasman untuk segera dikembalikan barang itu, dan
hanya janji-janji terus,” ungkap sumber di SD Inpres Sudiang yang mewanti-wanti
supaya identitasnya tidak ditulis di media.
Sekadar diketahui saja bahwa pernah terlibat
bincang-bincang serius dengan Pemred Tabir dengan Pemred Koran Investigasi
seputar pengangkatannya jadi Kepsek SD Inp Pai 1, bahwa sebenarnya lebih senang
jadi guru biasa daripada menjadi kepsek.
Alasannya diutarakan ketika itu, kalau jadi guru biasa
atasannya hanya kepsek dan pengawas. Sedangkan menjadi kepsek, maka waktunya
tersita karena tiga menjadi atasan langsungnya, selain pengawas, ada Kadisdik,
juga walikota, katanya.
Masih kata Kasman ketika itu, mengenai langganan
koran ke sekolah lebih baik ke Inspektorat minta petunjuk, karena sekolah tidak
berani menerima, sementara Inspektorat membatasi. “Ada Kepsek namanya Ibu
Samsinar disuruh mengembalikan Rp 8 juta(delapan), temuan harga media,” tutur
Kasman dengan penuh rasa was-was.
Inspektorat
& Disdik Kota Makassar
Hal ironis memang terjadi di lembaga yang mapan,
apalagi lembaga negara notabene mengedepankan tertib administrasi. Inspektorat
mestinya bisa mengendus dan mengembalikan inventaris SD Inpres Sudiang karena
setiap hari ke sekolah mengaudit, katanya untuk mengefektifkan penggunaan dana
BOS.
Sementara sebelumnya (22/09) ditemui di kantornya
Kepala Inspektur Inspektorat Kota
Makassar, Drs. Zainal Ibrahim, MSi,
jelaskan Tim Auditor turun ke sekolah
secara acak karena mengingat kurangnya pemeriksa dibandingkan dengan banyaknya
sekolah.
Soal yang terkesan adanya diskriminasi media di
sekolah, dikatakan tidak pernah ada pembatasan media yang disarankan para auditornya. Mungkin
bahasanya yang tepat katanya sebatas kewajaran anggaran, yakni 15% penggunaan
bahan bacaan untuk perpustakaan dari dana BOS yang diterima, termasuk di
dalamnya biaya pengadaan media/ koran.
“Tidak ada diskriminasi media di sini. Nanti
dibicarakan Kadisdik dengan Manajer BOS, bagaimana teknis dan mekanismenya
karena mereka tahu persis,” tutur Zainal di ruang kerjanya secara gambelang
soal posisinya.
Sementara Kadisdik Kota Makassar, Ismunandar yang
dikonfirmasi (26/09), mengaku setiap hari
ada saja sekolah yang ditindak, dengan rekomendasi berkaitan temuan Inspektorat Kota Makassar. “Nanti
dicarikan jalan keluarnya. Mungkin saja dibagi perwilayah, meski tetap sekolah
dibatasi berlangganan 3(tiga) media 1(satu) sekolah,” jelas Ismunandar dengan
rinci.(Andi Syahruddin)
0 comments:
Post a Comment