Koran Investigasi
Mayoritas publik menolak hak politiknya
untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan
kepada DPRD. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI)
81,25 % menyebutkan, setuju bahwa kepala daerah harus tetap
dipilih secara langsung seperti yang telah berjalan hampir 9 tahun.
Peneliti LSI, Adjie Alfaraby menjelaskan, jumlah ini sangat besar
jika dibandingkan dengan jumlah koalisi merah putih yang kini mengusung RUU Pilkada itu. Sedangkan, hanya sebagian kecil masyarakat yang masih ingin pilkada dipilih DPRD.
"10,71 % masyarakat ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD, 4,91
persen masyarakat ingin kepala daerah dpilih oleh presiden. Sedangkan,
3,13 persen masyarakat tidak menjawab," kata Adjie di kantor LSI,
Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (9/9/2014).
Lebih lanjut Adjie menjelaskan, RUU ini sebenarnya sempat diajukan
pemerintah SBY pada 2013. RUU ini ditolak DPR karena hampir seluruh
partai melakukan penolakan. Tapi, seminggu belakangan, hal itu berubah
180 derajat.
Parpol yang sebelumnya menolak keras hal kebijakan ini justru
berbondong-bondong mendukung. Alasannya tentu penghematan anggaran.(*)
Adjie mengingatkan, setiap kebijakan publik harus memperhatikan 2
faktor. Yakni rasionalitas kebijakan dan legitimasi publik. Keduanya
menunjukan penolakan keras terhadap kebijakan itu.
"Dari sisi rasionalitas, para akademisi dan LSM sudah ramai-ramai mengungkapkan pendapatnya menolak kebijakan itu. Kami dari LSI
menunjukan legitimasi publik tidak diberikan karena mayoritas menolak kepala daerah dipilih DPRD," kata Adjie.
Untuk diketahui, survei ini menggunakan quick poll dengan metode
multistage random sampling. Survei ini melibatkan 1.200 responden dengan
margin of error 2,9%. Survei dilakukan pada 5-7 September 2014 di
seluruh provinsi di Indonesia. * A. Ms Hesandy
spt yg dilansir di tribunnews.com/2014/09/10
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment