Lima
Desa Ajukan Opsi Ke KTI Soal Ganti Rugi
Banten,
Koran Investigasi
Mega proyek Krakatau
Tirta Industri (KTI) yang sedang berjalan di Kecamatan Cinangka menimbulkan
pertanyaan bagi masyarakat yang tanahnya akan dijadikan pembangunan jalur pipa.
Salah satu warga, berhasil diwawancarai Koran Investigasi, H. Matin Kp. Saladuhu
Desa Cikoneng Kecamatan Anyer.
Atas pengakuan H. Matin
kepada Koran Investigasi, bahwa Pihak KTI akan membuat jalur pipa. “Kebetulan
tanah milik saya akan dijadikan jalur pipa. Namun, kami warga belum mendapat ganti rugi,” jelas H. Matin
mempertanyakan.
Lanjutnya, “Anehnya
Pihak KTI mengakui memiliki sertifikat atas tanah saya. Silakan pihak KTI
membuktikan, kapan transaksi jual beli dari orang tua saya ke KTI. Untuk
sertifkat aslinya masih saya pegang. Memang pada tahun 70-an Pihak KTI terjadi sewa tanah, sampai sekarang
sudah 46 tahun, pihak KTI tidak pernah memberi uang sewa tanah atas milik orang
tua saya. Hal inilah, membuat kami warga yang tanahnya akan dijadikan
pembangunan jalur pipa, enggan menjual
ataupun menyewakan tanah tersebut ke KTI, karena warga merasa dibohongi,”
ungkap Matin dengan tegas.
Menindaklanjuti hal di
atas, Koran Investigasi menyambangi kediaman, Kepala Desa Cikoneng Kecamatan
Anyer Kabupaten Serang. Saat diklarifikasi, adanya permasalahan yang dialami
warga Cikoneng dengan pihak Krakatau Tirta Industri (KTI, red).. ? Kades Cikoneng,
Nur Wahidin membenarkan bahwa mega proyek Krakatau Tirta Industri yang
membangun pemasangan Jalur Pipa. Lebih lanjut, Nur Wahidin memaparkan bahwa, “Pembangunan
pemasangan pipa tentunya memanfaatkan
tanah milik warga yang tanahnya dilewati pembangunan pipa. Tapi, hingga saat
ini belum ada transaksi jual beli antara pihak KTI dengan warga,” terangnya.
Ketika disinggung bawah
adanya sertifikat yang telah dimiliki oleh pihak KTI..? Nur Wahidin dengan
tegas membantah bahwa hal itu, tidak benar. Sebab, tanah yang akan dilewati
pembangunan pemasangan jalur pipa, murni atas nama milik warga masing-masing.
Wahidin memaparkan, untuk mengantisipasi timbulnya gejolak ditengah-tengah
masyarakat. Kami Kades dari 5 (Lima)
Desa, diantaranya; Desa Bendulu, Cikoneng, Anyer, Kandang Ayam dan Mekar Sari
telah melaksanakan MoU (Momerendum of Standing). Dalam MoU tersebut disepakati
membuat usulan (Opsi, red) kepada pihak Krakatau Tirta Industri. Inti daripada
opsi tersebut adalah apakah warga membebaskan tanahnya ke pihak KTI (jual beli,
red)? Kedua Apakah Sewa Pakai atas tanah yang akan dijadikan jalur pemasangan
pipa? Dan bila pun diantara kedua opsi yang kami sampaikan kepada pihak KTI
disetujui.
Maka, dalam butir MoU
yang disepakati Ke-Lima Desa, yang paling inti adalah bila terjadi jual beli
ataupun sewa pake atas tanah yang dilalui jalur pipa. Pihak KTI tidak
diperkenankan memasang pagar sepanjang tanah yang dilalui jalur pipa. Bukan
kami, menghalangi pembangunan, tetapi hal tersebut adalah untuk kemaslahatan
masyarakat banyak, terlebih lagi masyarakat dari 5 (Lima) Desa yang tanahnya
digunakan untuk pembangunan jalur pipa KTI. Tidak sampai di situ, kami dari 5
(lima) Desa lebih memperioritaskan lagi mengenai CSR dari pihak KTI, karena hal
tersebut sudah ditentukan dalam perundangan-undangan untuk kepentingan ataupun
kebutuhan masyarakat.
“Kami berharap pihak
KTI selaku BUMN dapat mewujudkan apa yang ada dalam butir opsi yang kami
sampaikan, sebab pembangunan harus dapat
bermanfaat guna masyarakat, apalagi sumber mata airnya dari daerah kami,” tegas
Wahidin.(Binsar)
0 comments:
Post a Comment