Penghentian
Pembangunan Pelabuhan Celukan Bawang
Surabaya,
Koran Investigasi
Hambat
Program Tol Laut
Program Tol Laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko
Widodo untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan rakyat Indonesia
nampaknya masih menghadapi banyak kendala. Misalnya yang terjadi pada peristiwa
penghentian proses pembangunan dermaga di Pelabuhan Celukan Bawang, Bali, oleh
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kabupaten Buleleng, pada
Jumat (11/12) lalu.
Padahal pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Kepelabuhanannya, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), berniat
mengembangkan fasilitas dermaga curah cair untuk menerima suplai bahan bakar
yang diproyeksikan untuk mencukupi kebutuhan energi Pulau Bali di masa datang.
Pengembangan Pelabuhan Celukan Bawang ini juga sebagai langkah strategis untuk
mendukung program tol laut pemerintah dalam rangka mewujudkan efisiensi biaya
logistik yang tidak hanya untuk wilayah Bali saja namun juga untuk Kawasan
Timur Indonesia.
“Karena pentingnya fungsi dermaga curah cair ini,
izin pengembangan dermaga curah cair di Pelabuhan Celukan Bawang telah
diputuskan oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut melalui Keputusan Dirjen Hubla Nomor: BX-443/PP008,” Rinci Kahumas Pelindo
III, Edi Priyanto, dari Surabaya, Senin (21/12). Namun meski telah ada
rekomendasi tersebut, institusi di daerah malah menghentikan proses
pengembangan pelabuhan penting di pesisir utara Bali tersebut. Sehingga proses
pembangunan tiang pancang dermaga curah cair yang telah dimulai sejak 10
Desember 2015 lalu dengan nilai total investasi mencapai Rp 87 miliar tersebut
dikhawatirkan terhenti.
Pelabuhan Celukan Bawang Berpotensi Jadi Gerbang Utama
“Pelabuhan Celukan Bawang sangat potensial untuk
mendukung perekonomian dan pariwisata Bali sekaligus. Karena selain bisa
disandari kapal pesiar internasional, draft atau kedalaman kolam pelabuhan yang
secara alami (tanpa dikeruk) mencapai 11,5 meter mampu menerima kapal-kapal
logistik berukuran besar,” jelas Edi.
Jadi Pelabuhan Celukan Bawang sangat potensial untuk
menjadi gerbang utama keluar masuknya barang untuk kebutuhan masyarakat di
Pulau Bali, tegasnya. Hal inilah yang disesalkan banyak pihak, karena
pembangunannya justru terhambat oleh masalah tumpang tindihnya peraturan.
Terhambatnya pembangunan infrastruktur seperti yang
terjadi di Pelabuhan Celukan Bawang, merupakan salah satu contoh yang
menyebabkan peringkat daya saing Indonesia terus melorot di mata internasional.
Sebagaimana laporan Forum Ekonomi Dunia pada September 2015, Indonesia berada
di posisi ke-37 dunia atau turun tiga peringkat dibanding tahun lalu.
Pemeringkatan tersebut diukur berdasarkan dari 113 indikator produktivitas
suatu negara. Beberapa di antaranya yaitu infrastruktur, inovasi, dan
lingkungan makro ekonomi.
“Ada tiga sektor yang harus dipacu (untuk
meningkatkan daya saing nasional), yakni sektor konstruksi, infrastruktur, dan
manufaktur. Tidak hanya itu, regulasi juga harus disederhanakan,” kata Ir.
Bobby Gafur, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, seperti dikutip dari pemberitaan
di media massa, Minggu (20/12).
Penyederhanaan regulasi, termasuk di bidang
pembangunan infrastruktur pelabuhan yang menjadi tulang punggung Program Tol
Laut, tentunya diharapkan banyak pihak. Tak lain demi mendukung pelabuhan
sebagai penyokong perekonomian negara.
Sementara itu, Direktur The National Maritime
Institute (Namarin), Siswanto Rusdi menilai aparat pemda tidak memahami
keberadaan BUMN kepelabuhanan.
"Pelindo sebagai badan usaha tidak sama dengan
entitas sejenis lainnya. Ia merupakan kepanjangan negara. Sehingga, aturan yang
berlaku umun bagi badan usaha swasta tidak dengan sendirinya berlaku untuk BUMN
kepelabuhanan," katanya.
Dia menambahkan, semua pihak agar menghormati
keberadaan BUMN Kepelabuhanan. Apa lagi
saat ini sepertinya ada upaya sistematis untuk melemahkan Pelindo. "Jangan
sampai pelabuhan kita kalah bersaing hanya gara-gara ada pihak yang tidak
mengerti aturan". (Icsan)
0 comments:
Post a Comment